Senin, 01 November 2010

NABI JUGA MANUSIA

Allâh berfirman :

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوْحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلهُكُمْ إِلهٌ وَاحِدٌ، فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْا لِقَاءَ اللهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَ لاَ يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

Artinya :

Katakanlah (Muhammad): Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku "Bahwa sesungguhnya Ilâh (Sesembahan) kalian itu adalah Ilâh Yang Esa". Maka barang-siapa yang berharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan 'amal yang shalih, dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam ber'ibadah kepada Rabb-nya". (Surah Al-Kahfi (18) : 110)
bnu Fâris mengatakan bahwa makna kata "Basyar" ( بَشَرٌ) dari segi bahasa (lughat) :

ظُهُوْرُ الشَّيْءِ مَعَ حُسْنٍ وَ جَمَلٍ

Artinya : "Bagian luar (lahiriyah) sesuatu beserta kebaikan dan keindahannya".

Selanjutnya Ibnu Fâris mengatakan :

فَالْبَشَرَةُ ظَاهِرُ جِلْدِ اْلإِنْسَانِ ، وَ سُمِّيَ الْبَشَرُ بَشَرًا لِظُهُوْرِهِمْ

Artinya : Kalau Basyarah – dengan penambahan ta’ marbuthah – artinya :"kulit -- bagian --luar manusia"; dan manusia disebut "Basyar" karena penampilan luar (lahiriyah) mereka". (Lihat Nadhratan-Na'îm juz III hal. 780)

Jadi, ayat di atas menegaskan bahwa para rasul secara lahiriyah tidak berbeda dengan manusia lain pada umumnya. Namun demikian, mereka (para rasul) adalah manusia pilihan yang dipilih Allâh berdasarkan hak-Nya untuk menyampaikan risalah-Nya kepada umat manusia, yaitu agar manusia ber'ibadah hanya kepada Allâh, sebagaimana firman-Nya :

وَ لَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُوْلاً أَنِ اعْبُدُوْا اللهَ وَ اجْتَنِبُوْا الطَّاغُوْتَ

Artinya :

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) : "Ber'ibadahlah kepada Allâh (saja), dan jauhilah Thâghût".(Surah An-Nahl (16) : 36)

Al-Imâm Al-Qurthubî telah memberikan keterangan yang sangat jelas dalam masalah ini, beliau berkata :

فَإِنَّ اللهَ قَدْ أَجْرَى سُنَّتَهُ وَأَنْفَذَ كَلِمَتَهُ بِأَنَّ أَحْكَامَهُ لاَ تُعْلَمُ إِلاَّ بِوَاسِطَةِ رُسُلِهِ السَّفَرَاءِ بَيْنَهُ وَبَيْنَ خَلْقِهِ الْمُبَيِّنِِيْنَ لِشَرَائِعِهِ وَأَحْكَامِهِ كَمَا قَالَ اللهُ تَعَالَى: اللهُ يَصْطَفِى مِنَ الْمَلاَئِكَةِ رُسُلاً وَمِنَ النَّاسِ

Artinya :

Sesungguhnya Allâh telah menjalankan aturan (sunnah)-Nya dan memberlakukan keputusan-Nya, bahwa hukum-hukum-Nya tidak bisa diketahui kecuali dengan perantaraan para rasul-Nya, -- yang menjadi -- duta-duta di antara-Nya dan di antara makhluq-Nya, merekalah yang menjelaskan hukum-hukum-Nya, sebagaimana firman-Nya (yang artinya) : "Allâh memilih utusan dari para malaikat dan -- juga -- dari manusia". (SurahAl-Hajj (22) : 75).

Ayat ini secara tegas menyatakan bahwa Allâh yang berhak menentukan pilihan atau memilih siapa-saja yang dikehendaki-Nya untuk menjadi utusan atau Rasul. Selanjutnya Al-Imâm Al-Qurthubî berkata lagi :

وَ قَالَ )اللهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَالاَتَهُ( وَ أَمَرَ بِطَاعَتِهِمْ فِي كُلِّ مَا جَاءُوْ بِهِ، وَحَثَّ عَلَى طَاعَتِهِمْ وَ التَّمَسُّكِ بِمَا أَمَرُوْا بِهِ فَإِنَّ فِيْهِ الْهُدَى

Artinya :

Dan Allâh berfirman (yang artinya) : "Allâh lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan" (Surah Al-An-'âm (6) : 124). Dan Dia pun memerintahkan -- manusia -- untuk mentaati mereka (para utusan) yaitu terhadap apa saja yang mereka datangkan, dan Allâh juga mendorong – manusia -- untuk mengikuti dan berpegang teguh dengan apa saja yang mereka perintahkan, karena di dalamnya ada hidayah (petunjuk).

Ayat ini menyebutkan alasan mengapa Allâh yang paling berhak memilih siapa yang dikehendaki-Nya untuk menjadi rasul (utusan), yaitu karena Dia yang paling tahu siapa yang paling pantas untuk menunaikan tugas kerasulan itu. Lalu Al-Imâm Al-Qurthubî mengakhiri ucapannya :

فَمَنِ ادَّعَى أَنَّ هُنَاكَ طَرِيْقًا أُخْرَى يُعْرَفُ بِهَا أَمْرَهُ وَنَهْيَهُ غَيْرُ الطُّرُقِ الَّتِي جَاءَتْ بِهَا الرُّسُلُ يَسْتَغْنِى بِهَا عَنِ الرَّسُوْلِ فَهُوَ كَافِرٌ يُقْتَلُ وَلاَ يُسْتَتَابُ

Artinya :

"Maka barang-siapa menyatakan bahwa di situ masih ada jalan lain yang -- dengan jalan itu -- dapat diketahui perintah dan larangan Allâh selain melalui jalan para rasul, dan dengan jalan itu ia merasa tidak membutuhkan seorang Rasul pun juga, maka ia termasuk orang kafir yang harus dijatuhi hukuman mati tanpa perlu disuruh bertaubat". (Lihat Al-Fathul Bârî juz I hal. 221)

Mereka adalah Laki-laki dan Butuh Makan Juga

Sebagaimana firman Allâh :

وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ إِلاَّ رِجَالاً نُوْحِي إِلَيْهِمْ فَسْئَلُوْا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ. وَمَا جَعَلْنَاهُمْ جَسَدًا لاَ يَأْكُلُوْنَ الطَّعَامَ وَ مَا كَانُوْا خَالِدِيْنَ.

Artinya :

"Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelum engkau (Muhammad), melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah oleh kalian kepada orang-orang yang berilmu, jika kalian tiada mengetahui. Dan tidaklah Kami jadikan mereka (para rasul) tubuh-tubuh yang tiada memakan makanan, dan tidak pula mereka itu orang-orang yang kekal". (Surah Al-Anbiyâ' (22) : 7 & 8)

Mereka Memiliki Isteri dan Keturunan dan Tidak Bisa Mendatangkan Mu'jizat Kecuali Dengan Izin Allâh

Sebagaimana firman Allâh :

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً وَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ أَنْ يِأْتِيَ بِئَايَةٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللهِ لِكُلِّ أَجَلٍ كِتَابٌ

Artinya :

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum engkau (Muhammad) dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mu'jizat) melainkan dengan idzin Allâh. Bagi tiap-tiap masa ada kitab (yang tertentu).

(Surah Ar-Ra'd (13) : 38)

Maksudnya : Bagi tiap-tiap rasul itu ada Kitabnya yang sesuai dengan kebutuhan masanya.

Dan di dalam ayat ini juga ditegaskan bahwa tidak ada seorang rasul pun yang mampu mendatangkan atau memperlihatkan mu’jizat kecuali dengan idzin Allâh, berbeda halnya dengan para tukang sihir atau sulap yang setiap saat mampu memperlihatkan keajaiban melalui tipuan mata dan cara-cara syaithâniyah lainnya.

Mereka Berperang Dan Bersikap Teguh Dalam Berperang

Sebagaimana firman Allâh :

وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّوْنَ كَثِيْرٌ فَمَا وَهَنُوْا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيْلِ اللهِ وَمَا ضَعُفُوْا وَمَا اسْتَكَانُوْا وَاللهُ يُحِبُّ الصَّابِرِيْنَ

Artinya :

Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut-pengikutnya yang bertaqwâ. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allâh, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada) musuh. Allâh menyukai orang-orang yang bersabar.(Surah Ali 'Imran (3) : 146)

Banyak dari Mereka yang Mati Dibunuh

Pembunuhan terhadap para nabi terutama sekali dilakukan oleh Banî Isrâ-îl sebagaimana disebutkan beberapa ayat dalam Al-Qur-ân, seperti dalam surah An-Nisâ' (4) ayat 155 :

فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيْثَاقَهُمْ وَكُفْرِهِمْ بِئَايَاتِ اللهِ وَقَتْلِهِمُ اْلأَنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ

Artinya :

"Maka (Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan), disebabkan mereka melanggar perjanjian, dan karena kekufuran mereka terhadap ayat-ayat Allâh, dan mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar...".

Dan juga dalam surah Al-Baqarah (2) ayat 91; yang merupakan perintah Allâh kepada Nabi kita, Muhammad saw. untuk bertanya kepada mereka (Banî Isrâ-îl) yang mengaku beriman kepada kitab yang diturunkan kepada mereka :

قُلْ فَلِمَا تَقْتُلُوْنَ أَنْبِيَاءَ اللهِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ

Artinya :

Katakanlah (Muhammad) : "Mengapa kalian dahulu membunuh nabi-nabi Allâh jika kalian orang-orang yang beriman ?".

Mereka Juga Dihinggapi Rasa Takut

Sebagaimana dialami oleh Nabi Ibrâhîm a.s. ketika kedatangan serombongan tamu, yaitu para malaikat yang menyamar sebagai manusia. Al-Qur-ân telah menyebutkan peristiwa ini dalam surah Hûd (11) ayat 70 :

فَلَمَّا رَأىَ أَيْدِيَهمْ لاَ تَصِلُ إِلَيْهِ نَكِرَهُمْ وَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيْفَةً

Artinya :

"Maka tatkala ia (Ibrâhîm) melihat tangan mereka tidak menyentuhnya (makanan) -- yang disuguhkannya -- ia memandang aneh perbuatan mereka dan merasa takut kepada mereka...".

Demikian pula halnya dengan Nabi Mûsâ a.s., disebutkan dalam Al-Qur-ân bahwa beliau pernah mengalami rasa takut sebanyak empat-kali :

Pertama : Ketika beliau lari meninggalkan kota tempat tinggal beliau karena menghindar dari kejaran pembesar-pembesar Fir'aun; sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Qashash (28) ayat 28 :

فَخَرَحَ مِنْهَا خَائِفًا يَتَرَقَّبُ ، قَالَ رَبِّ نَجِّنِيْ مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ

Artinya :

Maka keluarlah Mûsâ dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, ia berdo'a : "Ya Rabb-ku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zhalim itu".

Kedua : Ketika beliau pertama-kali melihat tongkatnya berubah menjadi ular; sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Qashash (28) ayat 31 :

وَأَنْ أَلْقِ عَصَاكَ ، فَلَمَّا رَأَىهَا تَهَتَزُّ كَأَنَّهَا جَانٌّ وَلَّى مُدْبِرًا وَلَمْ يُعَقِّبْ ، يَا مُوْسَى أَقْبِلْ وَلاَ تَخَفْ إِنَّكَ مِنَ اْلآمِنِيْنَ

Artinya :

(Allâh berfirman) : Dan lemparkanlah tongkat-mu. Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Mûsâ melihatnya bergerak-gerak seolah-olah dia ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. (Kemudian Allâh memanggilnya) : "Hai Mûsâ datanglah kepada-Ku dan janganlah engkau takut. Sesungguhnya engkau termasuk orang-orang yang aman".

Ketiga : Ketika Allâh memerintah beliau menemui Fir'aun untuk menyampaikan ayat-ayat Allâh dan berda'wah kepadanya agar ber'ibadah kepada Allâh; sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Qashash (28) ayat 33:

قَالَ رَبِّ إِنِّي قَتَلْتُ مِنْهُمْ نَفْسًا فَأَخَافُ أَنْ يَقْتُلُوْنِ

Artinya :

Mûsâ berkata : "Wahai Rabb-ku, sesungguhnya aku pernah membunuh seorang manusia dari kalangan mereka, maka aku takut mereka (Fir'aun dan para pembesarnya) akan membunuh-ku".

Keempat : Ketika awal pertarungan beliau dengan para tukang sihir Fir'aun, sebagaimana disebutkan dalam surah Thâhâ (20) ayat 66 & 67 :

قَالَ بَلْ أَلْقُوْا فَإِذَا حِبَالُهُمْ وَعِصِيُّهُمْ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَى. فَأَوْجَسَ فِي نَفْسِهِ خِيْفَةً مُوْسَى.

Artinya :

Mûsâ berkata -- kepada mereka -- : "Silakan kalian semua melemparkan". Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka, dikhayalkan kepada Mûsâ melalui -- kekuatan -- sihir mereka seakan-akan merayap cepat. Maka Mûsâ merasa takut dalam hatinya.

Mereka Juga Marah dan Sedih

Namun, kemarahan para nabi bukan disebabkan oleh masalah pribadi, akan tetapi karena perbuatan umat yang melanggar haq Allâh. Sebagaimana reaksi yang diperlihatkan oleh Nabi Mûsâ a.s. terhadap kaumnya ketika beliau melihat mereka menyembah patung anak sapi. Peristiwa ini disebutkan dalam Al-Qur-ân surah Al-A'râf (7) ayat 150 :

وَ لَمَّا رَجَعَ مُوْسَى إِلَى قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفًا قَالَ بِئْسَمَا خَلَفْتُمُوْنِي مِنْ بَعْدِي أَعَجِلْتُمْ أَمْرَ رَبِّكُمْ وَأَلْقَى أَلْوَاحَ وَ أَخَذَ بِرَأْسِ أَخِيْهِ يَجُرُّهُ إِلَيْهِ

Artinya :

Dan ketika Mûsâ kembali kepada kaumnya dengan sangat marah dan sedih hati, ia berkata : "Alangkah buruknya perbuatan yang kalian lakukan sesudah kepergian-ku! Apakah kalian hendak mendahulukan janji Rabb kalian?". Dan Mûsâ pun membanting luh-luh (Taurat) itu, dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Hârûn) sambil menariknya kearahnya.

Penyebutan kata Ghadhbân (غَضْبَانَ) dalam ayat ini adalah "Lilmubâlaghah", yaitu menunjukkan kemarahan yang luar-biasa, lalu dilanjutkan dengan membanting luh-luh, yaitu papan-papan yang memuat tulisan kitab Taurat dan menarik atau menjambak rambut saudaranya. Ini merupakan ungkapan kemarahan yang sangat.

Demikian pula halnya Nabi Yûnus a.s. sebagaimana diceritakan dalam surah Al-Anbiyâ' (21) ayat 87 & 88 :

وَ ذَا النُّوْنِ إِذْ ذَّهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لآ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ. فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَ نَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَ كَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِيْنَ.

Artinya :

Dan ingatlah (kisah) Dzan-Nûn (Yûnus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap : "Bahwa tidak ada Ilâh (Sesembahan yang berhak disembah) selain Engkau Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zhalim". Maka Kami memperkenankan do'anya, dan menyelamatkannya daripada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang berimân.

Ini reaksi kemarahan yang lain lagi, yaitu reaksi Nabi Yûnus a.s. yang berda'wah mengajak kaumnya ber'ibadah kepada Allâh, akan tetapi kaumnya menolak da'wahnya sehingga beliau marah dan pergi meninggalkan kaumnya. Karena peristiwa itu Allâh menasehati Rasûlullâh saw. dalam surah Al-Qalam (68) ayat 48 :

فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَ لاَ تَكُنْ كَصَاحِبِ الْحُوْتِ إِذْ نَادَى وَ هُوَ مَكْظُوْمِ

Artinya :

"Bersabarlah engkau (Muhammad) terhadap ketetapan Rabb-mu, dan janganlah engkau seperti orang (Yûnus) yang ada dalam (perut) ikan ketika ia berdo'a sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya)".

‘A-isyah (radhiyallâhu 'anhâ) berkata :

مَا انْتَقَمَ رَسُوْلُ اللهِ - ص- لِنَفْسِهِ إِلاَّ أَنْ تُنْهَكَ حُرْمَةُ اللهِ فَيَنْتَقَمَ لِلَّهِ بها

Artinya :

"Rasûlullâh saw. tidak pernah memberikan sangsi yang keras (menyiksa) karena -- kemarahan -- dirinya, akan tetapi jika kehormatan Allâh dilanggar, maka beliau akan memberikan sangsi yang keras semata-mata karena Allâh".

(H.R. Al-Bukhârî juz IV hal. 230)

Mereka adalah Manusia Mulia dan Memiliki Derajat Luhur

Masih banyak lagi ayat Al-Qur-ân yang menunujukkan bahwa para nabi atau rasul itu adalah manusia bisa, namun mereka adalah manusia yang istimewa (utama), ma'shûm (terpelihara dari segala yang tercela) serta sempurna keimânannya dan akhlaqnya, sebagaimana firman Allâh :

أُولئِكَ الَّذِيْنَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ مِنْ ذُرِّيَّةِ ءَادَمَ

Artinya :

Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allâh, yaitu para nabi dari keturunan Adam.

(Surah Naryam (19) : 58)

Al-Imâm Ibnu Katsîr telah memberikan keterangan yang baik sekali tentang pribadi mereka, beliau berkata:

فَإِنَّ اللهَ تَعَالَى جَعَلَ لَهُمْ مِنَ السِّمَاتِ الْحَسَنَةِ وَالصِّفَاتِ الْجَمِيْلَةِ وَاْلأَقْوَالِ الْفَضِيْلَةِ وَالْخَوَارِقُ الْبَاهِرَةِ وَاْلأَدِلَّةِ الظَّاهِرَةِ مَا يَسْتَدِلُّ بِهِ كُلُّ ذِي لُبٍّ سَلِيْمٍ وَبَصِيْرَةٌ مُسْتَقِيْمَةٌ عَلَى صِدْقِ مَا جَاءُوْ بِهِ مِنَ اللهِ

Artinya :

Sesungguhnya Allâh Ta'âlâ telah menjadikan kepribadian yang baik pada diri mereka, shifat-shifat yang sempurna, perkataan yang mulia, mu'jizat yang terang dan bukti-bukti yang jelas, yang menjadi dalil (fakta) bagi orang yang memiliki akal yang jernih, hati yang lurus, bahwa apa yang mereka sampaikan dari Allâh adalah benar". (Lihat Tafsîr Ibnu Katsîr juz III hal. 313)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More