“MEMAHAMI KONSEP PENAMPILAN YANG SESUAI DENGAN CITRA ISLAM DAN UIN MALANG”
“Ana ‘inda dzanni ‘abdi bi” (Aku terserah pada suara hati hamba-Ku terhadap-Ku), demikian titah Allah dalam suatu Hadis Qudsi. Seorang motivator dalam ruang-ruang pelatihan kepribadian juga kala-kala berpepatah, you are what you think. Adagium “langit” dan “bumi” tersebut sekalipun tentu saja tidak sepadan, namun sama-sama mewasiatkan suatu pesan moral. Bahwa, hidup dan kehidupan seseorang akan sangat ditentukan oleh warna-warni fikiran dan perasaan yang merekat pada akal dan hatinya. Manakala ia berfikir positif, maka sebesar pemikiran positif itulah kenyataan hidup yang akan diperolehnya. Begitu pula, bilamana ia berjiwa besar, maka semulia perasaannya biduk kehidupan ini akan mengantarnya ke pelabuhan harapan.
Ketika kita sudah membahas suatu konsep, berarti kita akan masuk dalam pembahasan struktur, atau lebih tepatnya ciri-ciri bagaimana sebenarnya desain penampilan mahasiswa UIN malang yang meneguhkan “Ulul Albab” sebagai identitas dan karakter mahasiswanya.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.”
Dua ciri utama predikat Ulul Albab sebagaimana diisyaratkan dalam QS. Ali Imron: 190-191 diatas, tidak lain adalah kelembutan atau kehalusan hati dalam menghadirkan Allah dalam segala suasana (dzikir) serta kecermatan atau ketepatan dalam memikirkan segala ciptaan-Nya di langit dan bumi (fikir). Dalam lingkungan pendidikan di UIN Maliki Malang, kompetensi dasar ini kemudian dirumuskan menjadi empat kekuatan kesarjanaan, yaitu kekokohan akidah, keluhuran akhlak, keluasan ilmu, dan kematangan profesional. Kompentensi dasar ini sudahlah cukup bagi seorang mahasiswa sebagai pedoman hidupnya.
A. Proses pembentukan identitas
Identitas mahasiswa ulû al-albâb dapat dibentuk lewat proses pendidikan yang dipola sedemikian rupa. Pola pendidikan yang dimaksudkan itu ialah pendidikan yang mampu membangun iklim yang dimungkinkan tumbuh dan berkembangnya dzikr, fikr dan amal shaleh. Menyesuaikan dengan konteks Ke-Indonesia-an. untuk itu, sebenarnya bentuk riil pendidikan UIN Malang telah diformat sebagai penggabungan antara tradisi pesantren (ma`had) dan tradisi perguruan tinggi. Pesantren telah lama dikenal sebagai wahana yang berhasil melahirkan manusia-manusia yang mengedepankan dzikr, sedangkan perguruan tinggi dikenal mampu melahirkan manusia fikr dan selanjutnya atas dasar kedua kekuatan itu melahirkan manusia yang berakhlak mulia dengan selalu berkeinginan untuk beramal shaleh
Yang kedua dari proses pembentukan identitas yakni cara berbusana. Yakni, yang mencerminkan harkat dan derajat Islam yang amat agung dan tinggi. Menyangkut cara berpakaian, Islam sudah memberikan tuntunan yang jelas, wajib menutup aurat. Dosen, mahasiswa dan karyawan boleh menggunakan mode yang disenangi, tetapi selalu dilarang menyimpang dari norma yang digariskan oleh ajaran Islam. Menampakkan aurat, baik secara terang-terangan atau tersamar (berpakaian terlalu ketat), harus dihindari oleh seluruh komunitas kampus Islam ini.
A. Standard keberhasilan
Standard keberhasilan desain penampilan ulul albab, sebenarnya kembali lagi pada kompetensi dasar yang telah kami sebutkan tadi. Yakni :
1. Berilmu pengetahuan yang luas.
Dalam hal ini Imam Syafi’i membagi dalam dua bagian, yakni ilmu umum dan ilmu khusus, ilmu umum adalah ilmu yang harus diketahui oleh umat islam. Ilmu seperti ini termasuk ilmu dasar, seperti sholat, puasa, haji, zakat, larangan zina, bunuh diri, mencuri dan miras. Sedangkan ilmu khusus adalah ilmu yang beraitan dengan perincian-perincian dari kewajiban pokok yang tidak disebutkan secara jelas dalam alquran dan hadist.
2. Mempunyai pengelihatan yang tajam.
Pengelihatan yang tajam akan mampu memberikan informasi yang benar tentang segala hal, sehingga dengan itu mahasiswa mampu mengevaluasi, menganalisis, dan membedakan informasi yang baik dan buruk, benar dan salah, haq dan bathil, yang selanjutnya ia akan memilih yang baik untuk dikerjakan, memilih yang benar untuk diikuti, dan memilih yang haq untuk dibela.
3. Memiliki otak yang cerdas.
Otak yang cerdas, secara akademik barangkali diukur dengan nilai indeks prestasi (IP) yang diperoleh, tetapi dalam perilaku sehari-hari diukur dengan bagaimana ia dapat mengidentifikasi persoalan yang dihadapi.
4. berhati lembut.
Yakni hati yang dapat menerima kebenaran yang datang dari Allah SWT, sebab Al Qur’an menggambarkan ada kalbu yang keras yang menolak petunjuk (hidayah) Allah SWT.
5. bersemangat juang tinggi karena Allah.
Semangat tinggi mempunyai pengertian bahwa dalam menumpuh studi dan kehidupannya, mahasiswa diharapkan mempunyai dasar jihad, yaitu semangat yang tinggi yang dilakukan dengan sekuat tenaga hingga mencapai puncak kekuatan dan kemampuan.
Jika kelima kekuatan ini berhasil dimiliki oleh warga di kampus ini, artinya pendidikan ulû al-albâb sudah dipandang berhasil. Sebab, dengan ciri-ciri itu seseorang diharapkan akan memiliki kekokohan akidah dan kedalaman spiritual, keagungan akhlak, keluasan ilmu dan kematangan profesional.
Tetapi kalau kita memahami lebih dalam lagi, Sebenarnya semua itu akan terjawab dengan hanya mengoptimalkan satu prinsip yakni ihsan, Dalam satu pengertian yang sederhana, ulama mengartikan Ihsan itu dengan fi’lul khairat li jami’il makhluqat (berbuat baik kepada semua ciptaan Allah). Persoalannya kemudian terletak pada tingkat kemauan kita untuk memahami, menghayati, dan melaksanakan makna-makna Ihsan itu dalam kehidupan bersama. Itulah sebabnya cita-cita Tarbiyah Ulul Albab dirumuskan di UIN Maliki Malang ini agar dapat memandu kita semua dalam mewujudkan makna Ihsan tersebut di tengah-tengah kemajemukan masyarakat. Kemampuan menjalin hubungan baik dengan siapapun dan apapun ini merupakan salah satu indikasi kecerdasan emosi seseorang, yang sejak lama telah menjadi kriteria utama bagi dunia kerja dalam merekrut SDM-nya. wallahu a'lam bisshowab.
0 komentar:
Posting Komentar